Jumat, 19 Oktober 2012


TUGAS MANDIRI

AL ISLAM

“MA’RIFATUL RASUL”




Oleh:

Nama : Nurul Khotimah Zuhro
NPM : 10311641
Prodi : Pendidikan Matemetika
Kelas : A


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2010
KATA PENGANTAR



Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah member rahmat dan hidayahnya. Sehinggs dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul Ma’rifatul Rasul.Yang diajukan sebagai salah satu syarat memenuhi tugas mata kuliah Al-Islam yaitu ujian tengah semester untuk Bimbingan Belajar AL-Quran. Tak lupa juga saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun.





Metro, Desember 2010


Penyusun











DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A. Pengertian Nabi Dan Rasul 2
B. Mengenal Rasul 3
C. Makna Risalah dan Rasul 4
D. Tugas dan Sifat Rasul 5
E. Jumlah Nabi dan Rasul 7
F. Iman Kepada Rasul 8
G. Kekhususan Bagi Nabi 9
H. Manfaat Iman Kepada Rasul 10
BAB III KESIMPULAN 18
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN
Mungkin ada diantara kita yang merasa cukup dengan apa yang telah dipelajari selama ini dari bangku SD hingga bangku SMA (bahkan bangku perkuliahan) atau merasa tidak ada yang perlu dibahas lagi, sudah tahu bahwa Nabi itu ada 25, sifat nabi yang wajib ada 4, shidiq, fatonah, amanah, dan tabligh. Jika demikian pemahamanmu wahai saudariku, maka kebutuhanmu semakin besar dalam membaca tulisan kali ini, sehingga dengan izin Allah, engkau akan menyadari makna dan konsekuensi yang benar dari pernyataan keimananmu kepada Nabi dan Rasul-Nya ‘alaihimush shalatu wassalam.
Pakej Makrifatur Rasul ini membincangkan bagaimana mengenal Rasul, apa sahaja ‎yang perlu dikenal dari Rasul dan bagaimana pula kita mengamalkan Islam melalui ‎petunjuk Rasul. Yang penting dari pakej ini adalah kita mengetahui, memahami dan ‎dapat mengamalkan Sunnah Nabi dan menjalankan Ibadah dengan baik.‎

Dengan mengenal Rasul diharapkan kita dapat mencintai Rasul dan mengikutinya, ‎perkara ini sebagai cara bagaimana kita taat dan mencintai Allah SWT. Oleh itu ‎mengenal Rasul tidak sahaja dari segi jasad, nasab dan latar belakangnya, tetapi ‎bagaimana beliau beribadah dan beramal soleh. Sesetengah masyarakat mengetahui ‎dan mengamalkan sunnah Nabi dari segi ibadah sahaja bahkan dari segi penampilan ‎sahaja. Sangat jarang muslim yang mengambil contoh kehidupan Nabi secara ‎keseluruhannya sebagai contoh, misalnya peranan Nabi dari segi politik, pemimpin, ‎peniaga dan juga Nabi sebagai suami, ayah dan ahli di masyarakat. Semua peranan ‎Nabi ini perlu dicontoh dan diikuti sehingga kita dapat mengamalkan Islam secara ‎sempurna dan menyeluruh. Walaupun demikian, ummat Islam masih menjadikan ‎Nabi sebagai Rasul adalah dari segi lafaz atau kebiasaan ummat Islam bersalawat ke ‎atas Nabi. Bagaimanapun ummat Islam yang sholat akan selalu bersalawat ke atas ‎nabi dan selalu menyebutnya Pengenalan kepada Rasul juga pengenalan kepada Allah dan Islam. Memahami Rasul ‎secara komprehensif adalah cara yang tepat dalam mengenal Islam yang juga ‎komprehensif. Rasul dikenal sebagai peribadi teladan dan ikutan yang unggul dan ‎lelaki terpilih di antara manusia yang sangat layak dijadikan model bagi setiap ‎muslim.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Nabi Dan Rasul
Nabi dalam bahasa Arab berasal dari kata naba. Dinamakan Nabi karena mereka adalah orang yang menceritakan suatu berita dan mereka adalah orang yang diberitahu beritanya (lewat wahyu). Sedangkan kata rasul secara bahasa berasal dari kata irsal yang bermakna membimbing atau memberi arahan. Definisi secara syar’i yang masyhur, nabi adalah orang yang mendapatkan wahyu namun tidak diperintahkan untuk menyampaikan sedangkan Rasul adalah orang yang mendapatkan wahyu dalam syari’at dan diperintahkan untuk menyampaikannnya . Sebagian ulama menyatakan bahwa definisi ini memiliki kelemahan, karena tidaklah wahyu disampaikan Allah ke bumi kecuali untuk disampaikan, dan jika Nabi tidak menyampaikan maka termasuk menyembunyikan wahyu Allah. Kelemahan lain dari definisi ini ditunjukkan dalam hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Syaikh Ibn Abdul Wahhab menggunakan definisi ini dalam Ushulutsalatsah dan Kasyfu Syubhat, begitu pula Syaikh Muhammad ibn Sholeh Al Utsaimin.
“Ditampakkan kepadaku umat-umat, aku melihat seorang nabi dengan sekelompok orang banyak, dan nabi bersama satu dua orang dan nabi tidak bersama seorang pun.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi juga menyampaikan wahyu kepada umatnya. Ulama lain menyatakan bahwa ketika Nabi tidak diperintahkan untuk menyampaikan wahyu bukan berarti Nabi tidak boleh menyampaikan wahyu. Wallahu’alam. Perbedaan yang lebih jelas antara Nabi dan Rasul adalah seorang Rasul mendapatkan syari’at baru sedangkan Nabi diutus untuk mempertahankan syari’at yang sebelumnya.

B. Mengenal Rasul

Mengenal Rasul adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim untuk mengamalkan ‎Islam secara sempurna. Tanpa Rasul maka kita tidak dapat melaksanakan Islam ‎dengan baik. Kehadiran Rasul memberikan panduan dan bimbingan kepada kita ‎bagaimana cara mengamalkan Islam. Dengan demikian Rasul adalah penting bagi ‎muslim sebagai metod atau tariqah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.‎
Mengenal Rasul tidak sahaja dalam bentuk fizikal atau penampilannya tetapi segala ‎aspek syar'i berupa sunnah yang didedahkan Nabi kepada kita sama ada tingkah ‎laku, perkataan ataupun sikap. Pengenalan kepada Rasul dapat dilihat melalui sirah ‎nabi yang menggambarkan kehidupan Nabi serta latar belakangnya seperti nasab. ‎Kemudian melalui sunnah dan dakwah Nabi pun dapat memberikan penjelasan siapa ‎Nabi sebenarnya.‎
Mencintai Nabi sebagai hasil dari mengenal Rasul tidak sahaja dalam menyebut ‎namanya setelah sholat, mengadakan acara barzanji, merayakan hari maulid Nabi ‎dan bentuk acara-acara lainnya.Kemudian mereka tidak mengamalkan sunnah ‎ataupun tingkah laku asas yang dimilikinya seperti sidiq, tabligh, amanah dan ‎fatanah. Keadaan demikian sangat merugi bagi setiap muslim. Atau sebahagian ‎sangat taasub dengan pakaian Nabi, sorban, songkok dan sebagainya, sebahagian ‎lagi sekedar mengutip hadits Nabi untuk ceramahnya tetapi tidak diamalkan, bahkan ‎ada yang menolak beberapa sunnah atau tingkah laku Nabi. Keadaan demikian, ‎berlaku ditengah masyarakat awam sebagai akibat dari tidak fahamnya mereka ‎kepada Rasul secara benar dan utuh.‎
Bagi ummat Islam yang terlibat dengan dakwah Islam, ramai yang tidak merujuk ‎kepada metod atau minhaj Nabi dalam berdakwah sehingga tidak mendapatkan hasil ‎yang optima. Kegagalan dakwah sentiasa dihadapi oleh para da'i, ketidak ‎berkesanan dakwah dan kurangnya hasil atau bekas dakwah sebagai bahagian ‎penilaian dakwah. Dengan mengenal Rasul, kita dapat menyimpulkan bahawa ‎dakwah yang dibawa oleh Rasul adalah dakwah yang berkesan dan sudah ‎menghasilkan perubahan-perubahan masyarakat ke arah yang positif. Bahkan Rasul ‎telah membuktikan bahawa Islam menyebar ke seluruh dunia dan Islam dipegang ‎oleh berbagai suku atau bangsa di dunia ini. Kemudian kegagalan pada saat ini ‎disebabkan kerana tidak merujuk kembali bagaimana kejayaan dan kegemilangan ‎yang telah dicapai Nabi dulu.‎
Metode Rabbani yang dibawa oleh Rasul perlu difahami dan diamalkan dengan baik. ‎Objektif ini dicapai apabila kita mengenal Rasul. Pakej ini mencuba untuk ‎membentangkan apa sahaja keperluan kita mengenal Rasul, supaya kita mempunyai ‎motivasi dan sedar tenteng keperluan kita memahami Rasul, Kemudian definisi ‎Rasul, peranan Rasul, sifat-sifat Rasul, tugas Rasul ciri-ciri risalah Muhammad, ‎Kewajiban kita terhadap Rasul, dan akhirnya hasil yang kita dapati dengan mengikuti ‎risalah Rasul.
C. Makna Risalah dan Rasul
• Risalah: Sesuatu yang diwahyukan A11ah SWT berupa prinsip hidup, moral, ibadah, aqidah untuk mengatur kehidupan manusia agar terwujud kebahagiaan di dunia dan akhirat.
• Rasul: Seorang laki-laki (21:7) yang diberi wahyu oleh Allah SWT yang berkewajiban untuk melaksanakannya dan diperintahkan untuk menyampaikannya kepada manusia.
Pentingnya iman kepada Rasul
• Iman kepada para rasul adalah salah satu Rukun Iman. Seseorang tidak dianggap muslim dan mukmin kecuali ia beriman bahwa Allah mengutus para rasul yang menginterprestasikan hakekat yang sebenarnya dari agama Islam, yaitu Tauhidullah .
• Juga tidak dianggap beriman atau muslim kecuali ia beriman kepada seluruh rasul, dan tidak membedakan antara satu dengan yang lainnya. (Al-Asyqor:56)


D. Tugas Para dan Sifat Rasul
Sebagai makhluk yang diutus oleh Allah sudah barang tentu rasul memiliki tugas-tugas yang harus dikerjakan antara lain:
1. Menyampaikan (tablig) [5:67, 33:39]. Yang disampaikan berupa:
• Ma’rifatullah [6:102] (Mengenal hakikat Allah) .
• Tauhidullah [21:25] [Mengesakan Allah] .
• Basyir wa nadzir [6:48] (Memberi kabar gembira dan peringatan)
2. Mendidik dan Membimbing [62:2]
Allah mengutus pada setiap umat seorang Rasul. Walaupun penerapan syari’at dari tiap Rasul berbeda-beda, namun Allah mengutus para Rasul dengan tugas yang sama. Beberapa diantara tugas tersebut adalah:
1. Menyampaikan risalah Allah ta’ala dan wahyu-Nya.
2. Dakwah kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
3. Memberikan kabar gembira dan memperingatkan manusia dari segala kejelekan.
4. Memperbaiki jiwa dan mensucikannya.
5. Meluruskan pemikiran dan aqidah yang menyimpang.
6. Menegakkan hujjah atas manusia.
7. Mengatur umat manusia untuk berkumpul dalam satu aqidah.
Selain memiliki tugas para rasul memiliki sifat-sifat,antara lain:
Seorang rasul Allah merupakan manusia pilihan yang istimewa dengan fitrah dan kepribadian serta sifat-sifatnya yang khas. Salah satu sifat rasul adalah maksum, yaitu terpelihara dari dosa. Sebab ucapan dan tindakan seorang rasul selalu dibimbing oleh Allah swt.. Rasul juga seorang manusia biasa yang memiliki kesamaan dengan manusia lain pada umumnya. Secara umum, sifat-sifat rasul Allah dapat dibagi menjadi tiga, yaitu sifat wajib, mustahil, dan jaiz.

1. Sifat Wajib
Sifat wajib bagi rasul adalah sifat yang harus dan wajib dimiliki oleh para rasul. Sifat-sifat wajib ini adalah:
a. Siddiq, artinya benar atau jujur. Segala sesuatu yang diterima oleh rasul dari Allah wajib dikatakan dengan benar dan jujur.
b. Amanah, artinya dapat dipercaya. Seorang rasul harus dapat dipercaya untuk menyampaikan seluruh pesan yang diperintahkan oleh Allah swt. sama seperti aslinya, tanpa ditambah atau dikurangi.
c. Tablig, artinya menyampaikan. Maksudnya menyampaikan semua wahyu yang diterima dari Allah walaupun mereka menghadapi halangan dan rintangan yang berat.
d. Fatanah, artinya cerdik dan bijaksana. Seorang rasul haruslah cerdik, karena hanya orang cerdik yang dapat memimpin dan membimbing umat.

2. Sifat Mustahil
Sifat mustahil bagi rasul adalah sifat yang mustahil dimiliki oleh para rasul. Sifat mustahi adalah kebalikan dari sifat-sifat wajib bagi rasul. Sifat-sifat mustahil bagi rasul adalah:
a. Kizib, artinya berbohong atau dusta.
b. Khianat, artinya tidak dapat dipercaya.
c. Kitman, artinya menyembunyikan atau tidak menyampaikan.
d. Baladah, artinya bodoh atau dungu.
Sifat-sifat di atas mustahil dimiliki oleh para rasul. Jika rasul memiliki sifat-sifat tersebut, maka dakwah yang disampaikan kepada umatnya tidak akan berhasil, bahkan akan gagal semua.

3. Sifat Jaiz
Sifat jaiz bagi rasul adalah sifat-sifat yang diperbolehkan bagi mereka, yaitu kebolehan berupa sifat-sifat manusiawi yang dimiliki manusia pada umumnya. Sifat-sifat ini disebut sifat basyariah atau sifat kemanusiaan, seperti rasul makan, minum, tidur, beristri, sedih, dan gembira.

Sifat-sifat lain yang dimiliki oleh para rasul antara lain:
1. Mereka adalah manusia (17:93-94,8:110]
2. Ma’shum [terjaga dari kesalahan] [3:161, 53:1-4]
3. Sebagai suri teladan [33:2l, 6:89-90]
E. Jumlah Nabi dan Rasul
Ketahuilah saudariku, jumlah Nabi tidaklah terbatas hanya 25 orang dan jumlah Rasul juga tidak terbatas 5 yang kita kenal dengan nama Ulul ‘Azmi. Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Dzar Al-Ghifari, ia bertanya pada Rasulullah, “Ya Rasulullah, berapa jumlah rasul?”, Nabi shallallahu’alaihiwasallam menjawab, “Tiga ratus belasan orang.” (HR. Ahmad dishahihkan Syaikh Albani). Dalam riwayat Abu Umamah, Abu Dzar bertanya, “Wahai Rasulullah, berapa tepatnya para nabi?”, Nabi shallallahu’alaihiwasallam menjawab, “124.000 dan Rasul itu 315 orang.” Namun terdapat pendapat lain dari sebagian ulama yang menyatakan bahwa jumlah Nabi dan Rasul tidak dapat kita ketahui. Wallahu’alam.
Oleh karena itulah, walaupun dalam Al-Qur’an hanya disebut 25 nabi, maka kita tetap mengimani secara global adanya Nabi dan Rasul yang tidak dikisahkan dalam Al-Qur’an. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada yang tidak Kami ceritakan kepadamu.” (QS. Al-Mu’min 40:78). Selain 25 nabi yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an, terdapat 2 nabi yang disebutkan Nabi shalallahu’alaihiwasalam, yaitu Syts dan Yuusya’.
Berkenaan dengan tiga nama yang disebut dalam Al-Qur’an yaitu Zulkarnain, Tuba’ dan Khidir terdapat khilaf (perbedaan pendapat) di kalangan ulama apakah mereka Nabi atau bukan. Akan tetapi, untuk Zulkarnain dan Tuba’ maka yang terbaik adalah mengikuti Rasulullah shalallahu’alaihiwasalam, Beliau shalallahu’alaihiwasalam bersabda, “Aku tidak mengetahui Tubba nabi atau bukan dan aku tidak tahu Zulkarnain nabi atau bukan.” (HR. Hakim dishohihkan Syaikh Albani dalam Shohih Jami As Soghir). Maka kita katakan wallahu’alam. Untuk Khidir, maka dari ayat-ayat yang ada dalam surat Al-Kahfi, maka seandainya ia bukan Nabi, maka tentu ia tidak ma’shum dari berbagai perbuatan yang dilakukan dan Nabi Musa ‘alaihissalam tidak akan mau mencari ilmu pada Khidir. Wallahu’alam.
F. Iman Kepada Rasul
Ketahuilah saudariku! Beriman kepada Nabi dan Rasul termasuk ushul (pokok) iman. Oleh karena itu, kita harus mengetahui bagaimana beriman kepada Nabi dan Rasul dengan pemahaman yang benar. Syaikh Muhammad ibn Sholeh Al Utsaimin menyampaikan dalam kitabnya Syarh Tsalatsatul Ushul, keimanan pada Rasul terkandung empat unsur di dalamnya :
1. Mengimani bahwa Allah benar-benar mengutus para Nabi dan Rasul. Orang yang mengingkari – walaupun satu Rasul – sama saja mengingkari seluruh Rasul. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Kaum Nuh telah mendustakan para rasul.” (QS. Asy-Syu’araa 26:105). Walaupun kaum Nuh hanya mendustakan nabi Nuh, akan tetapi Allah menjadikan mereka kaum yang mendustai seluruh Rasul.
2. Mengimani nama-nama Nabi dan Rasul yang kita ketahui dan mengimani secara global nama-nama Nabi dan Rasul yang tidak ketahui. – akan datang penjelasannya -
3. Membenarkan berita-berita yang shahih dari para Nabi dan Rasul.
4. Mengamalkan syari’at Nabi dimana Nabi diutus kepada kita. Dan penutup para nabi adalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang beliau diutus untuk seluruh umat manusia. Sehingga ketika telah datang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka wajib bagi ahlu kitab tunduk dan berserah diri pada Islam Sebagaimana dalam firman-Nya yang artinya, “Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-NisaA’ 4:65)
Terdapat berbagai pemahaman yang salah dalam hal keimanan pada Nabi dan Rasul-Nya ‘alaihisholatu wassalam. Beberapa di antara kesalahan itu adalah:
1. Memberikan sifat rububiyah atau uluhiyah pada nabi. Ini adalah suatu kesalahan yang banyak dilakukan manusia. Mereka meminta pertolongan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika telah wafat, menyebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam cahaya di atas cahaya (sebagaimana kita dapat temui dalam sholawat nariyah) dan sebagainya yang itu merupakan hak milik Allah ta’ala semata. Nabi adalah manusia seperti kita. Mereka juga merupakan makhluk yang diciptakan Allah ta’ala. Walaupun mereka diberi berbagai kelebihan dari manusia biasa lainnya, namun mereka tidak berhak disembah ataupun diagungkan seperti pengagungan pada Allah ta’ala. Mereka dapat dimintai pertolongan dan berkah ketika masih hidup namun tidak ketika telah wafat.
2. Menyatakan sifat wajib bagi Nabi ada 4, yaitu shidiq, amanah, fatonah dan tabligh. Jika maksud pensifatan ini untuk melebihkan Nabi di atas manusia lainnya, maka sebaliknya ini merendahkan Nabi karena memungkinkan Nabi memiliki sifat lain yang buruk. Yang benar adalah Nabi memiliki semua sifat yang mulia. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qolam 68:4) Mustahil bagi orang yang akan memperbaiki akhlak manusia tapi memiliki akhlak-akhlak yang buruk dan yang lebih penting lagi, pensifatan ini tidak ada dasarnya dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
3. Mengatakan bahwa ada nabi perempuan.
G. Kekhususan Bagi Nabi
1. Mendapatkan wahyu.
2. Ma’shum (terbebas dari kesalahan).
3. Ada pilihan ketika akan meninggal.
4. Nabi dikubur ditempat mereka meninggal.
5. Jasadnya tidak dimakan bumi.
Kebutuhan manusia pada para Nabi dan Rasul-Nya adalah sangat primer. Syaikhul Islam Ibn Taimiyah mengatakan, “Risalah kenabian adalah hal yang pasti dibutuhkan oleh hamba. Dan hajatnya mereka pada risalah ini di atas hajat mereka atas segala sesuatu. Risalah adalah ruhnya alam dunia ini, cahaya dan kehidupan. Lalu bagaimana mau baik alam semesta ini jika tidak ada ruhnya, tidak ada kehidupannya dan tidak ada cahayanya.”
Demikianlah saudariku. Kita mengetahui kebutuhan hamba akan risalah yang disampaikan oleh Rasul-Nya sangatlah besar. Karena tidaklah seorang hamba dapat melaksanakan ibadah yang dicintai dan diridhoi oleh Allah ta’ala kecuali dengan pengajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan dengan diutusnya para Rasul ini, kita mengetahui bahwa Allah menyayangi dan memberi pertolongan pada hambanya. Oleh karena itulah kita wajib bersyukur dengan nikmat yang besar ini. Wallahu ‘alam
H. Manfaat Iman Kepada Rasul

Salah satu rukun iman yang harus diyakini oleh setiap muslim adalah iman kepada para rasul, terutama Rasulullah saw. Bukti utama beriman kepada Rasulullah saw. adalah ittiba’ (mengikuti Rasulullah saw.). Orang-orang yang melakukan ittiba’ kepada Rasulullah saw. akan meraih banyak nata-ij[1] (manfaat dan buah positif), di antaranya: mahabbatullah (cinta dari Allah), rahmatullah (kasih sayang-Nya), hidayatullah (petunjuk dari-Nya), mushahabatul akhyar fil jannah (bersama orang-orang pilihan di surga), asy-syafa’ah (mendapatkan syafaat dari Rasulullah saw.), nadharatul wajhi (muka yang bersinar dan berseri di surga), mujawaratu ar-rasul (menjadi tetangga Rasulullah saw. di surga), ‘izzatun-nafsi (meperoleh kemuliaan jiwa di dunia dan akhirat), al-falah (kemenangan dan keberuntungan). Semua itu jelas merupakan as-sa’adah (kebahagiaan) hakiki di dunia maupun di akhirat.

Pada pembahasan-pembahasan sebelumnya telah ditegaskan bahwa beriman kepada para rasul - alihimus salam - adalah salah satu rukun iman dari rangkaian kesatuan 6 rukun iman. Mengingkari salah satu rukun iman berarti mengingkari semuanya, begitu pula dengan iman kepada rasul.

Ittiba’ adalah bukti keimanan
Bukti keimanan kepada Rasulullah saw. yang paling utama adalah mengikuti beliau dalam segala sisi kehidupannya, selalu mentaati beliau dalam setiap perintah dan larangan yang beliau sampaikan. Sebab, mengikuti dan mentaati Rasulullah saw. adalah bukti ketaatan kita kepada Allah swt., dan mengikuti sunnah Rasulullah saw. adalah bukti kongkret mengikuti Al-Qur’an.
“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (An-Nisa: 80)

Barangsiapa mengaku mentaati Allah swt. namun tidak mau ittiba’ Rasulullah saw., maka ketaatannya itu tidak sah menurut Al-Qur’an; dan Rasulullah saw. berlepas diri dari orang tersebut. Dan siapapun yang mengaku melaksanakan Al-Qur’an namun tidak ittiba’ dengan sunnah Rasulullah saw., maka pengakuannya hanyalah pengakuan palsu belaka.
Sebagai contoh, untuk dapat melaksanakan shalat dengan sempurna kita memerlukan hadits Rasulullah saw. karena Al-Qur’an hanya memerintahkan kita mendirikan shalat tanpa menjelaskan rincian tata cara shalat. Bahwa shalat diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam merupakan penjelasan yang kita temukan dalam hadits Rasulullah saw., tidak dalam Al-Qur’an. Begitu pula dengan rincian pelaksanaan zakat, shaum (puasa), haji, dan ibadah-ibadah lain. Intinya, fungsi hadits Rasulullah saw. adalah menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an atau dengan bahasa lain kita tidak akan bisa mengamalkan Al-Qur’an tanpa mengikuti sunnah Rasulullah saw.
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” (An-Nahl: 44)

Salah seorang ulama besar, Fudhail bin ‘Iyadh, ketika menjelaskan makna “Ahsanu ‘amala” dalam surat Al-Mulk ayat 2 berkata,

أَحْسَنُ عَمَلاً : أَخْلَصُهُ وَأَصْوَبُهُ. قَالَ: فَإِنَّ العَمَلَ إِذَا كَانَ خَالِصاً وَلَمْ يَكُنْ صَوَاباً لَمْ يُقْبَلْ، وَإِذَا كَانَ صَوَاباً وَلَمْ يَكُنْ خَالِصاً لَمْ يُقْبَلْ، حَتَّى يَكُوْنَ خَالِصاً صَوَاباً، وَالْخَالِصُ أَنْ يَكُوْنَ لِلهِ، وَالصَّوَابُ أَنْ يَكُوْنَ عَلَى السُّنَّةِ.
“Yang dimaksud dengan ahsanu’ amala (amal yang terbaik) adalah yang paling ikhlas dan paling benar. Karena sebuah amal jika dilakukan dengan ikhlas tapi tidak benar, maka amal itu tidak diterima oleh Allah. Begitu pula sebaliknya, jika amal itu benar tapi tidak ikhlas, juga ditolak oleh Allah swt. Baru diterima jika memenuhi kedua syarat tersebut (ikhlas dan benar). Yang dimaksud dengan ikhlas adalah semata karena Allah, sedangkan yang dimaksud dengan benar adalah mengikuti sunnah Rasulullah.”

عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((مَثَلِي وَمَثَلُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ كَمَثَلِ رَجُلٍ أَتَى قَوْمًا فَقَالَ رَأَيْتُ الْجَيْشَ بِعَيْنَيَّ وَإِنِّي أَنَا النَّذِيرُ الْعُرْيَانُ فَالنَّجَا النَّجَاءَ فَأَطَاعَتْهُ طَائِفَةٌ فَأَدْلَجُوا عَلَى مَهَلِهِمْ فَنَجَوْا وَكَذَّبَتْهُ طَائِفَةٌ فَصَبَّحَهُمْ الْجَيْشُ فَاجْتَاحَهُمْ)). (رواه البخاري).
Dari Abu Musa r.a. berkata, Rasulullah saw telah bersabda, “Perumpamaanku dan perumpamaan risalah yang diberikan Allah kepadaku seperti seorang laki-laki yang mendatangi suatu kaum lalu ia berkata, ‘Aku telah melihat pasukan tentara dengan kedua mataku, kuperingatkan kalian dengan sungguh-sungguh! Segeralah cari selamat (dari keganasan mereka)!’ Lalu sebagian mereka mentaatinya sehingga mereka segera menghindar dari pasukan kejam itu hingga selamat, sedangkan yang lain mendustakannya hingga pasukan itu menemui mereka dan meluluhlantakkan mereka.” (Bukhari)

Kita dapat merasakan dari hadits shahih di atas betapa Rasulullah saw. amat ingin menyelamatkan kita dari bencana dunia dan akhirat dengan syariat dan dakwah yang ia bawa, karena syariat Islam adalah penyelamat bagi kita dari kehinaan dunia dan penderitaan di akhirat.


Buah Ittiba’
Berikut ini adalah buah ittiba’ kepada Rasulullah saw.:
1. Mahabbatullah
Natijah (buah) dari ittiba’ kita kepada Rasulullah saw. jika kita lakukan dengan benar adalah mahabbatullah (cinta dari Allah swt) sekaligus maghfirah (ampunan)Nya.
Katakanlah (hai Muhammad), “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” (Ali Imran: 31)
Cinta kepada Allah swt. yang dibuktikan dengan ittiba’ kepada Rasulullah saw. akan melahirkan buah manis berupa cinta Allah swt. Allah swt. memerintahkan kita mengikuti Rasulullah saw., dan setiap perintah Allah swt. apabila kita laksanakan dengan ikhlas dan benar pasti akan mendatangkan cinta dari-Nya. Ketika Allah telah mencintai hamba-Nya, maka segala kekurangan dan dosa yang terjadi akan mudah diampuni oleh Allah swt.

2. Rahmatullah
Orang-orang yang mentaati Rasulullah saw. dengan mengikuti sunnah beliau akan memperolah rahmat dari Allah swt. Karena orang-orang yang mencontoh Rasulullah saw. pastilah orang-orang yang berbuat baik atau ihsan (ingat makna ahsanu ‘amala menurut Fudhail bin ‘Iyadh di atas), dan orang-orang yang berbuat ihsan amat dekat dengan rahmat Allah swt.

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain, mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah: 71)


“Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Al-A’raf: 56).
3. Hidayatullah

«إِنَّ لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةً، وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةً، فَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى سُنَّتِيْ فَقَدِ اهْتَدَى، وَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ» (رواه ابن خزيمة في صحيحه وأحمد في مسنده والبيهقي في الشعب والطبراني وأبو نعيم).
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya setiap amal itu mempunyai puncak semangat, dan setiap semangat memiliki titik jemu (lesu). Maka barangsiapa kelesuannya tetap dalam sunnahku berarti ia telah mendapat petunjuk (dari Allah), dan barangsiapa kelesuannya tidak dalam sunnahku berarti ia celaka. (HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya, Ahmad dalam Musnadnya, Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, At-Thabarani dan Abu Nu’aim).

Hadits di atas menegaskan bahwa tetap berada dalam sunnah Rasulullah saw. dalam segala keadaan akan mendatangkan tambahan petunjuk dari Allah swt. Oleh karenanya, orang-orang yang beriman selalu berusaha mengikuti sunnah Rasulullah saw. ketika sedang bersemangat atau sedang lesu (kurang semangat). Ia tidak membiarkan dirinya hanyut dan terbawa bisikan setan sehingga membuatnya jauh dari hidayah Allah swt.
4. Mushahabatul Akhyar fil Jannah
“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya.” (An-Nisa: 69).
Orang yang ittiba’ kepada Rasulullah saw. akan dikumpulkan bersama orang-orang pilihan di surga nanti, yaitu para nabi, orang-orang yang shiddiq, syuhada, dan shalihin.




As-Syafaah

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ: “اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِى وَعَدْتَهُ”، حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ » (رواه البخاري).
Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa berdoa ketika mendengar panggilan adzan: ‘Ya Allah Rabb seruan yang sempurna ini, dan shalat yang ditegakkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan keutamaan, bangkitkan dia dengan kedudukan mulia yang telah Engkau janjikan kepadanya’, maka akan mendapat syafaatku di hari kiamat.” (Bukhari).
Hadits di atas menunjukkan keutamaan doa setelah adzan. Ia juga mengisyaratkan bahwa mengikuti perintah dan arahan Rasulullah saw. adalah sesuatu yang membuat kita berhak mendapatkan syafaat dari beliau. Logikanya, jika mentaati satu perintah Rasulullah saw. saja yakni membaca doa setelah adzan, akan membuat pembacanya berhak mendapatkan syafaat beliau, apalagi dengan mengikuti dan mentaati sunnah beliau secara keseluruhan, maka orang itu lebih berhak untuk mendapatkan syafaat beliau.
5. Nadharatul Wajhi
Salah satu bentuk ittiba’ Rasulullah saw. adalah mendengarkan, mempelajari, menghafal, dan memahami hadits Rasulullah saw., kemudian menyampaikannya kepada orang lain. Orang yang mempelajari hadits Rasulullah saw., menghafal kemudian menyampaikannya apa adanya tanpa menambah atau mengurangi, maka Allah akan membuat wajahnya berseri dan bersinar.
« نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيثًا فَحَفِظَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ غَيْرَهُ فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيهٍ » (رواه الترمذي).
Rasulullah saw. bersabda, “Semoga Allah menyinari (wajah) seseorang yang mendengar hadits dari kami, lalu ia hafal sehingga ia menyampaikannya kepada orang lain. Boleh jadi seorang pembawa fiqih menyampaikan (ilmunya) kepada orang yang lebih paham. Dan boleh jadi pembawa fiqih bukanlah seorang yang faqih.” (Tirmidzi).
Hadits di atas mendorong kita untuk selalu bersemangat mempelajari, memahami, dan menghapal hadits Rasulullah saw, kemudian menyampaikan teks hadits itu apa adanya dengan penuh amanah tanpa menambah atau mengurangi sedikitpun. Jika kita itu kita lakukan kita berhak mendapatkan wajah yang bersinar di hari kiamat nanti. Hadits di atas juga menyatakan bahwa mungkin saja orang yang disampaikan kepadanya suatu ilmu kemudian ia lebih paham daripada yang menyampaikan. Atau bahkan bisa jadi yang menyampaikan sebuah riwayat tidak memahami riwayat tersebut, sedangkan yang disampaikan justru memahaminya dengan baik.
6. Mujawaratur Rasul
Orang yang mencintai Rasulullah saw., maka ia akan berusaha sekuat tenaga untuk ittiba’ kepada Rasulullah saw. dengan mengikuti sunnah beliau. Maka orang ini akan bersama Rasulullah saw di surga, seperti sabda beliau:

((وَمَنْ أَحْيَا سُنَّتِى فَقَدْ أَحَبَّنِى وَمَنْ أَحَبَّنِى كَانَ مَعِى فِى الْجَنَّةِ)) (رواه الترمذي والطبراني في الأوسط)
“Barangsiapa menghidupkan sunnahku, berarti ia mencintaiku; dan barangsiapa mencintaiku, maka ia bersamaku di surga.” (Tirmidzi dan Thabarani di Al-Mu’jam Al-Awsath).
7. Izzatun Nafsi
Orang yang mengikuti Rasulullah saw. dengan ikhlas semata-mata karena mencintai Allah dan Rasul-Nya, akan meraih kemuliaan dan kekuatan jiwa dihadapan Allah swt. Betapa tidak? Ia telah mendapatkan kecintaan, ampunan, rahmat, hidayah, dan berbagai anugrah lain dari Allah swt. Dengan itu semua terangkatlah dirinya menuju tempat yang tinggi dan mulia, ia tidak lagi peduli dengan kemuliaan di mata manusia selama ia mulia di sisi Allah.

Ingatlah, kemuliaan itu terletak pada mengikuti Allah Al-‘Aziz (yang memiliki Izzah atau keperkasaan) dan mengikuti Rasul-Nya. “Padahal ‘izzah itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.” (Al-Munafiqun: 8).

8. Al-Falah
“Maka orang-orang yang beriman kepadanya (Muhammad saw), memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Al-A’raf: 157)
Keberuntungan pasti akan diperoleh oleh mereka yang selalu ittiba’ kepada Rasulullah saw. dengan beriman kepadanya, memuliakannya, menolong (ajaran)nya, dan selalu mengikuti cahaya Al-Qur’an.
9. Kebahagiaan hakiki di dunia dan akhirat
Tak dapat diragukan lagi bahwa orang yang mendapatkan semua nataij dari mengikuti Rasulullah saw. di atas adalah orang-orang yang pasti berbahagia hidupnya dengan kebahagiaan hakiki di dunia maupun di akhirat.
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (An-Nahl: 97)


BAB III
KESIMPULAN

Nabi adalah orang yang mendapatkan wahyu namun tidak diperintahkan untuk menyampaikan sedangkan Rasul adalah orang yang mendapatkan wahyu dalam syari’at dan diperintahkan untuk menyampaikannnya . Sedangkan Rasul adalah orang yang mendapatkan wahyu dalam syari’at dan diperintahkan untuk menyampaikannnya . Mengenal Rasul adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim untuk mengamalkan ‎Islam secara sempurna. Tanpa Rasul maka kita tidak dapat melaksanakan Islam ‎dengan baik. Kehadiran Rasul memberikan panduan dan bimbingan kepada kita ‎bagaimana cara mengamalkan Islam. Dengan demikian Rasul adalah penting bagi ‎muslim sebagai metod atau tariqah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.‎
Pentingnya iman kepada Rasul
• Iman kepada para rasul adalah salah satu Rukun Iman. Seseorang tidak dianggap muslim dan mukmin kecuali ia beriman bahwa Allah mengutus para rasul yang menginterprestasikan hakekat yang sebenarnya dari agama Islam, yaitu Tauhidullah .
• Juga tidak dianggap beriman atau muslim kecuali ia beriman kepada seluruh rasul, dan tidak membedakan antara satu dengan yang lainnya. (Al-Asyqor:56)
Bukti keimanan kepada Rasulullah saw. yang paling utama adalah mengikuti beliau dalam segala sisi kehidupannya, selalu mentaati beliau dalam setiap perintah dan larangan yang beliau sampaikan. Sebab, mengikuti dan mentaati Rasulullah saw. adalah bukti ketaatan kita kepada Allah swt., dan mengikuti sunnah Rasulullah saw. adalah bukti kongkret mengikuti Al-Qur’an.



DAFTAR PUSTAKA


http://www.materitarbiyah.co.tv/2010/01/pendahuluan-marifatul-rasul.html
http://materitarbiyah.wordpress.com/2008/03/15/marifatul-rasul/
http://wahyufokus.blogspot.com/2010/02/sifat-sifat-rasul.html
http://dakwatuna.com


0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More